Bekas Hakim Tanggapi Claim Baru Ferdy Sambo: Sampai Kapan Ingin Melawak
Bekas Hakim Asep Iwan Iriawan menyentuh pengakuan dikatakan kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah, yang mengatakan client-nya memerintah Bharada Richard Eliezer (Bharada E) untuk membantai dan bukan tembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
“Coba bertanya Sambo sampai kapan ingin melawak,” kata Asep saat dikontak.
Sambo, yang disebut salah satunya terdakwa kasus sangkaan pembunuhan merencanakan pada Yosua, lewat kuasa hukumnya mengklaim ia menyengaja membuat scenario baku tembak selesai peristiwa dengan arah selamatkan Eliezer.
Saat ditanyakan bila Sambo masih tetap berkeras dalam persidangan dengan info itu, Asep cuma menyikapi dengan jawaban singkat. “Ya tidak apapun, selingan. Kemungkinan kelak ingin stand up comedy,” tutur Asep yang disebut dosen Fakultas Hukum di Kampus Trisakti.
Pernyataan baru Sambo berkaitan peristiwa pembunuhan merencanakan itu berlainan atas sesuatu yang dimainkan dalam rekonstruksi beberapa lalu.
Dalam rekonstruksi itu kelihatan Sambo berdiri dari sisi Eliezer dan memerintahnya tembak Yosua.
Menurut episode rekonstruksi, waktu itu Yosua telah mengusung ke-2 tangan di depan dada meminta tidak untuk ditembak.
Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy, menentang pengakuan tim Sambo. Ronny memperjelas Eliezer sampai sekarang ini masih tetap mengatakan Sambo memerintahnya tembak Yosua.
“Sama sesuai info client saya dan masih stabil sampai sekarang ini, jika perintah dari FS ialah ‘tembak’, bukan ‘hajar’,” kata Ronny saat diverifikasi.
Menurutnya, perintah yang disingkap Ferdy Sambo melalui kuasa hukumnya itu sebetulnya bukan masalah baru. Bahkan juga, dalam rekonstruksi juga ada ketidaksamaan di antara Ferdy Sambo dan Bharada E.
Ronny menjelaskan, ketidaksamaan info Ferdy Sambo itu lumrah. Karena, itu ialah pembelaan supaya aktor terlepas dari hukuman yang didakwakan padanya.
“Tapi, di persidanganlah kelak tempat mengetes info FS itu dan kami memang menyangsikan info FS itu semenjak awalnya karena sering beralih-alih,” sebut Ronny.
“Kami juga persiapkan bukti-bukti untuk memperlihatkan jika FS ialah dalang dari pembunuhan merencanakan pada Brigadir J,” katanya.
Ronny menentang claim Sambo yang mengatakan membuat scenario baku tembak buat selamatkan client-nya. “Semestinya jika ingin membuat perlindungan anak buah, terutamanya Bharada E, karena itu FS semestinya tidak mengikutsertakan siapa saja, terutamanya Bharada E dalam kejadian pembunuhan Brigadir J,” kata Ronny.
Menurut Ronny, semenjak awalnya kasus ini telah dibuat dengan dusta, misalkan scenario baku tembak yang berbuntut kematian Brigadir J.
Maka dari itu, kata Ronny, info Sambo masalah apa saja memang pantas disangsikan karena telah membuat dusta semenjak awalnya berkaitan kasus pembunuhan Brigadir J.
Disamping itu, menurutnya, mass media dan khalayak perlu menyimak status Ferdy Sambo sekarang ini. Kualitas penjelasannya pantas disangsikan karena statusnya telah dihentikan secara tidak hormat dari Kepolisian Republik Indonesia.
“Maknanya apa, status FS itu memperlihatkan kualitas penjelasannya yang pantas disangsikan. Kenapa? FS sudah diputus dihentikan secara tidak hormat hingga kualitas penjelasannya pantas disangsikan karena telah dihentikan dari Kepolisian RI,” kata Ronny.
Gagasannya sidang Eliezer diadakan terpisah dari 4 terdakwa lain, yaitu Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (bekas pengawal Sambo), dan Kuat Ma’ruf (pendamping rumah tangga Sambo). Sidang Sambo dkk akan diadakan pada Senin.
Dan sidang Eliezer akan diadakan pada Selasa.
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Bharada Eliezer dan Kuat Ma’ruf dijaring Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara untuk kasus obstruction of justice di penyelidikan Brigadir J sudah diputuskan 7 terdakwa.
Beberapa terdakwa itu ialah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Bijak Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Beberapa terdakwa obstruction of justice itu diperhitungkan menyalahi Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Disamping itu, mereka dijaring Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 221 ayat (1) kedua dan/atau Pasal 233 KUHP.