Komisi II DPR Nilai Mekanisme Servis Khalayak Kota Bogor Cukup Baik

Komisi II DPR Nilai Mekanisme Servis Khalayak Kota Bogor Cukup Baik

Ketua Team Lawatan Kerja Detil Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Endro Suswantoro Yahman memandang mekanisme servis khalayak punya Pemerintahan Kota (Pemerintah kota) Bogor cukup baik. “Jika servis khalayak di Kota Bogor ini dari dulu telah baik dan mekanismenya telah terkoordinasi secara baik karena digitalisasi yang makin mencukupi,” ungkapkan Endro

Hal tersebut dikatakan oleh Endro di saat lakukan lawatan kerja (kunker) detil Komisi II DPR RI ke Kantor Wali Kota (Walkot) Bogor untuk menyaksikan dan dengar langsung masalah yang ditemui dalam mengaplikasikan mekanisme servis public di Kota Bogor. Adapun kunker berjalan di Balai Kota Bogor, Paseban Sri Bima, Jawa Barat (Jabar),

Karena ada mekanisme servis khalayak yang bagus, Endro juga minta warga Kota Bogor untuk meningkakan kesadaran dengan manfaatkan servis khalayak secara cermat. “Dengan kenaikan-peningkatan yang telah ada itu, tinggal bagaimana Pemerintah kota Bogor untuk ajak dan menggerakkan warga supaya lebih aktif manfaatkan mekanisme servis khalayak yang telah mapan ini,” tutur Endro. Terkait dengan implikasi Undang-undang (UU) Cipta Kerja dalam mekanisme servis khalayak, lanjut Endro, masalah fundamental yang kerap dirasakan ialah jumlahnya project hal pemberian izin usaha yang memerlukan rekonsilasi dengan ketentuan turunan dari UU Cipta Kerja. “Servis khalayak di Kota Bogor telah lebih baik, bagus, dan beberapa dari kementerian instansi yang turut serta dalam soal servis khalayak. Sayang, ada satu perihal yang paling fundamental dan terkait dengan beberapa project hal pemberian izin yang perlu disamakan dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law,” sebut Endro.

Peralihan turunan dari Omnibus Law, sebutkan ia, masih perlu rekonsilasi ke panduan penerapan tehnis dan ketentuan wilayah. Ini jadi kendala fundamental karena masih membutuhkan penyesuaian dengan beberapa peralihan yang ada. “UU Cipta Kerja ada untuk memberi peluang selebar-luasnya untuk warga untuk usaha. Hal tersebut karena pemerintahan belum sanggup untuk memberikan tugas dan ini jadi semangat untuk buka ruangan usaha selebar-luasnya ke warga,” terang Endro. Kata Endro, UU Cipta Kerja mewajibkan ada rekonsilasi turunan berbentuk surat selebaran, baik dari Kementerian Pemberdayaan Aparat Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Masalahnya, sebelumnya ada UU Cipta Kerja, telah terjaga mekanisme servis berbasiskan digital, tetapi tetap sesuaikan dengan UU yang lama, Permendagri dan Menpan RB. Oleh karena itu, memerlukan penyesuaian yang memberi imbas ke peralihan-perubahan tehnis fundamental dalam mekanisme pemda di tempat,” kata Endro.

Anggota Komisi II DPR RI Dian Istiqomah menambah, implikasi UU Omnibus Law yang kurangi penghasilan wilayah atau otomatis memotong retribusi wilayah perlu untuk ditelaah ulangi dan dibahas dengan semua stakeholder berkaitan. “Perlu untuk ditelaah ulangi dan duduk bersama dengan pimpinan wilayah untuk mengulas bakal ada berapakah % sisi untuk kementerian dan berapakah % untuk wilayah . Maka, jika sejauh ini UU itu ialah UU dalam UU dan di sini retribusi itu langsung ke negara, tidak ada retribusi tersisa untuk wilayah, hingga wilayah akan kehilangan penghasilan dan akan memengaruhi saat ada pengeluaran-pengeluaran yang memakai Bujet Penghasilan dan Berbelanja Wilayah (APBD),” tutur Dian. Dalam pada itu, Walkot Bogor Dedie Rachim mengharap Komisi II DPR dapat sampaikan keluh kesah dan masalah yang ditemui faksinya ke pemerintahan pusat. Intinya, berkaitan implikasi UU Cipta Kerja dan hal pemberian izin usaha.

“Perizinan-perizinan sesudah zaman Dinas Penanaman Modal dan Servis Terintegrasi Satu Pintu (DPMPTSP) ada UU Cipta Kerja dan turunannya ini bisa dibalikkan kembali ke lembaga atau dinas yang berkaitan . Maka, yang awalnya dicoba untuk dikonsolidasikan jadi satu pintu, saat ini dibalikkan kembali ke dinas masing-masing,” tutur Dedie. Lanjut Dedie, hal yang lain memerlukan kontribusi ialah terkait dengan tersedianya blangko Kartu Pertanda Warga Electronic (e-KTP). Karena, Pemerintah kota Bogor memerlukan /tahunnya ada 120.000 blangko e-KTP, tapi pemerintahan pusat tidak bisa penuhi keinginan itu.

About admin

Check Also

Perbandingan dengan Orba, Mahfud: Dahulu, Jika Calonnya Bukan Pak Harto, Diamankan!

Perbandingan dengan Orba, Mahfud: Dahulu, Jika Calonnya Bukan Pak Harto, Diamankan!

Perbandingan dengan Orba, Mahfud: Dahulu, Jika Calonnya Bukan Pak Harto, Diamankan! Menteri Koordinator Sektor Politik, …