Tumbuh dan Maju Bersama Nilai Kepahlawanan Nasional
“What is a society without a heroic dimension?” catat seorang filsuf kontemporer, Jean Baudrillard. Warga, di mana saja di penjuru dunia ini, memerlukan nilai-nilai kepahlawanan untuk selalu dapat konsentrasi pada harapan kebaikan bersama.
Warga memerlukan pesan dan keteladanan dari beberapa tokoh heroik untuk jaga ketegasan harapan dan membuat perlindungan kemurnian perjuangan berdasar kebutuhan yang semakin besar.
Apa yang terjadi negeri ini tanpa bayangan kebesaran Bung Karno dan Bung Hatta? Negara kita dapat berwujud lain, bahkan juga bisa jadi tidak berwujud kembali sesudah ditinggalkan oleh ke-2 pahlawan proklamator itu. Konteksnya pasti tidak untuk mensucikan.
Pahlawan-pahlawan kita, yang sudah berusaha untuk memberikan arah baru dan semangat baru ke warga terjajah ialah juga manusia, sama dengan kita. Tetapi, “A hero is no braver than an ordinary man, but he is brave five minutes longer,” kata Ralph Waldo Emerson.
Mereka berani jalan, bernada, dan berusaha terlebih dahulu dibandingkan lainnya. Tersebut yang membuat mereka dikatakan sebagai pahlawan. Ketika sebagian besar warga terjajah pilih runduk, bahkan juga mulai kehilangan semangat menjadi diri kita, beberapa pahlawan kita ada dengan motivasi dan beberapa pesan baru yang menggelorakan kembali rasa keyakinan diri sebagai anak negeri.
Sampai ini hari, kita masih berpuas diri jadi sisi dari negara dan bangsa Indonesia ini karena semangat dan nilai-nilai yang sempat ditanamkan oleh beberapa pahlawan kita di periode kemarin. Kita masih ingin menyaksikan perkembangan dan kemakmuran berjalan di negeri ini, tetapi masih tetap dalam rangka harapan nasional yang sempat diberikan oleh beberapa pahlawan kita.
Kita menampik kemerdekaan yang diskriminatif, kemerdekaan yang cuma dicicipi oleh sedikit barisan tertentu, karena kita diberikan jika kemerdekaan ialah hak semuanya orang dan semua bangsa. Kita menampik ketidakadilan karena kita diberikan oleh beberapa pahlawan kita untuk selalu perjuangkan keadilan sosial.
Kita sebagai anak negeri dipercayakan pekerjaan mulia untuk jadikan nilai-nilai keadilan sosial sebagai salah satunya dasar khusus tingkah negara. Juga kita diberikan untuk berlainan dalam persatuan, berdemokrasi dalam rangka kemanusiaan, dan masih tetap bersama dalam frame berkebangsaan, walau tidak gampang.
Kebutuhan-kepentingan satu kelompok yang mencelakakan kebutuhan banyak faksi harus diminimalisasi, tetapi dengan beberapa cara demokratis dan masih tetap sama-sama menghargakan keduanya. Kenapa? Karena “Heroism is the divine relation which, in all times, unites a great man to other men”, kata Thomas Carlyle, sejarawan dan penulis essay asal Skotlandia.
Pahlawan-pahlawan kita stop memprioritaskan ketidaksamaan antara sama-sama mereka, berpadu bersama pahlawan lainnya, karena demikianlah seharusnya beberapa pahlawan berlaku dan share tanggung-jawab. Kenyataannya Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Agus Salim, Natsir, dan banyak, berlainan dalam beragam pertimbangan dan berlainan background sosial dan organisasi.
Tetapi tersangkut sikap antipenjajahan, tersangkut persatuan nasional, tersangkut perikemanusiaan, demokrasi dan bergotong-royong, dan keadilan sosial, mereka dengan bijak pilih ada dalam bahtera perjuangan yang serupa. Sikap beberapa pahlawan nasional ini jadi rekomendasi sikap kita sampai ini hari dan kelak.
Nilai-nilai yang mereka titipkan ke kita jadi panduan arah untuk negara dan bangsa ini dalam melalui masa datang di satu segi dan dalam menanggapi beragam masalah bangsa di lain sisi.
Penerus beberapa pahlawan kemerdekaan seperti Buya Syafii Maarif, TB Simatupang dan Frans Seda, misalkan, ialah pahlawan-pahlawan modern yang mengajari kita bagaimanakah cara menanggapi beberapa persoalan modern dengan masih tetap berdasar tegar pada nilai-nilai yang diberikan beberapa pendiri bangsa ini .
Maka dalam rencana Hari Pahlawan nasional yang baru saja ini kita merayakan, benar-benar pantas direnungkan kembali jika pahlawan nasional dan nilai-nilai yang mereka titipkan ke kita ialah senjata sekalian perisai untuk kita dalam hadapi beragam masalah ini hari.
Mereka bersama dengan beberapa pesan dan nilai-nilai yang mereka perjuangkan tetap bersama kita, temani perjuangan kita sebagai anak negeri ini hari dan kelak dalam perjuangkan kehidupan berkebangsaan dan bernegara yang lebih bagus, walau kita telah ada di era 21.
“In the 21st century, I think the heroes will be the people who will improve the quality of life, fight poverty and introduce more sustainability”, catat Bertrand Piccard, seorang psikiatris dan petualang terbang dengan balon udara asal Swiss. Sebuah pengakuan yang paling kuat yang mengingati kita untuk selalu bersama dengan beberapa pahlawan dan nilai-nilai yang mereka sampaikan ini hari atau kelak.
Apa lagi mendekati tahun 2024, nilai-nilai kepahlawanan yang sudah diturunkan oleh beberapa “founding fathers” Indonesia malah perlu dikasih lokasi yang khusus. Persaingan dan kontestasi seharusnya cuma untuk instrument penyeleksian kepimpinan nasional, yang arah pada akhirnya untuk mengorkestrasikan ketidaksamaan jadi sebuah kemampuan penyatu, bukan kemampuan untuk mengadu domba.
Karena itu, beberapa akan calon yang sepanjang ini sukses menggambarkan semangat kepahlawanan dalam perkataan dan tindakannya seharusnya dikasih ruangan sebesarnya untuk maju, bukan beberapa calon yang menafikan nilai-nilai kepahlawanan nasional atau yang pilih memaksa kebutuhan kelompoknya sendiri dengan mempertaruhkan kebutuhan negara dan bangsa. Mudah-mudahan.